SMF Tingkatkan Kerja Sama Dengan Perbankan

Press Release / 19 Jul 2012

Untuk mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan

PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) berfokus untuk meningkatkan kerja sama dengan perbankan yang memiliki bisnis di kredit pemilikan rumah (KPR).

Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan, sehingga bisa meningkatkan ketersediaan sumber dana jangka menengah/panjang dari pasar modal ke sektor perumahan.

Raharjo Adisusanto, Presiden Direktur Sarana Multigriya Finansial (SMF) mengatakan, pendirian SMF bertujuan untuk mendukung program pemerintah agar masyarakat memiliki rumah yang layak dan terjangkau.

Kerja sama dengan perbankan juga diharapkan bisa meningkatkan rasio KPR terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Rasio outstanding KPR perbankan (mortgage loan) baru sekitar 2,7% terhadap PDB. Rasio tersebut jika dibandingkan dengan negara lain, masih ketinggalan. Misalnya, rasio di Malaysia sekitar 20%. Artinya, pembiayaan bank yang langsung kepada enduser masih rendah,” ujarnya dalam ramah-tamah Direksi SMF dengan Investor Daily di Jakarta, Rabu (18/7).

Pada kesempatan tersebut turut hadir Direktur SMF Trisnadi Yulrisman, Direktur SMF Sutomo, dan SVP Research and Development Division Head SMF Heliantopo.

Saat ini, baru ada satu bank yang melakukan sekuritisasi yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).

SMF juga ingin meningkatkan kerja sama dengan 10 bank besar yang memiliki pangsa pasar KPR, bank-bank syariah, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Beberapa bank syariah tersebut yakni PT Bank Mualamat Indonesia Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, PT BNI Syariah.

Sedangkan untuk BPD antara lain Bank DKI, BPD Riau, BPD Sumut, dan BPD Sumsel. Terkait kerja sama dengan BPD, perseroan telah menandatangani nota kesepahaman dengan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) dan 10 BPD.

Raharjo memaparkan, pihaknya memfasilitasi aliran dana dari pasar modal ke sektor perumahan agar volume KPR meningkat. Dengan demikian, pada ujungnya secara bertahap suku bunga bisa menurun sesuai mekanisme pasar.

Terkait itu, ada beberapa tantangan. Menurut dia, upaya perbankan yang berupaya untuk mengejar peningkatan aset menjadi salah satu kendala implementasi sekuritisasi. Jika bank melakukan sekuritisasi, ujar dia, hal itu tidak akan dicatat di pembukuan bank tersebut.

“Jadi, portofolio KPR merupakan jual putus dalam sekuritisasi. Selain itu, ada aturan loan to deposit ratio (LDR) bank minimal 78-100% sehingga bank ingin mempertahankan di atas itu agar tidak terkena sanksi dari Bank Indonesia (BI),” ujar dia.

Sumber: Berita Satu